Terima kasih atas kunjungan Anda, kami menyajikan berbagai informasi terkini tentang CSR...

17 Februari 2009

Mencari model CSR transformatif

. 17 Februari 2009

Perusahaan bisa jadi agen perubahan

Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/ CSR) merupakan transformasi tentang peran bisnis untuk lebih mengambil peran dalam mengatasi persoalan dalam masyarakat.

Semenjak terminologi CSR digunakan sekitar 80 tahun lalu, bentuk CSR telah mengambil berbagai macam bentuk. Praktik CSR dibentuk antara lain oleh pandangan para aktor dalam masyarakat tentang hak dan kewajiban pelaku bisnis dalam suatu masyarakat. Akan tetapi, beberapa bentuk kegiatan yang terkait CSR juga merupakan inisiatif yang progresif dari kelompok bisnis.

Bentuk-bentuk kegiatan CSR: kedermawanan (charity), sumbangan melalui penjualan untuk kegiatan pembangunan tertentu, iklan layanan masyarakat, sampai kewargaan korporasi menunjukkan perkembangan tingkat keterlibatan perusahaan sebagai bagian dari suatu masyarakat untuk ikut menyelesaikan masalah sosial. Perusahaan tidak lagi hanya pihak yang diminta sumbangan material, melainkan ikut mempromosikan nilai dan norma baru, ikut dalam bahkan menegosiasikan tata baru dalam masyarakat.

Di negara industri maju, perusahaan tidak hanya menangani persoalan kesejahteraan dari sudut kebutuhan dasar konvensional seperti pendidikan dan kesehatan. Beberapa perusahaan berupaya membantu persoalan kesenjangan kelompok (baik berbasis gender, ras, atau kelas ekonomi), misalnya dengan memperlebar kesempatan bagi mitra-mitra baru yang biasanya terpinggirkan karena alasan latar belakang sosial ekonomi.

Setiap masyarakat mempunyai persoalannya sendiri untuk dipecahkan. CSR merupakan suatu alat yang dimiliki kalangan bisnis untuk ikut memecahkan persoalan tersebut. Karena itu, adalah penting bagi pelaku bisnis untuk menjadi penuh pertimbangan apakah CSR sungguh dapat menyumbang secara bermakna dan tidak semata mengambil model-model yang sudah ada.

Tanpa mempertimbangkan konteks, model-model yang diambil begitu saja bisa menjadi kontradiktif bagi masyarakatnya. Di Indonesia, sebagai contoh, sumbangan perusahaan kepada pemerintah daerah untuk fasilitas sosial justru memperkuat kecenderungan korupsi yang sudah ada karena hanya menonjolkan aspek "kegiatan sosial"-nya daripada kondisi tata kelola suatu masyarakat.

Indonesia adalah negara miskin dengan persoalan kebutuhan pembangunan fasilitas dasar. Akan tetapi Indonesia bukan hanya menghadapi kekurangan melainkan juga persoalan merubah tatanan pengelolaan yang lebih luas. Kita adalah bangsa dengan praktik korupsi yang sangat luas.

Belum lagi persoalan mutu sumber manusianya, orientasi ke arah kemajuan yang lemah, dan kohesi sosial yang tidak mendorong kemajuan. Pemerintah tidak mampu menangani berbagai persoalan ini. Negara juga diperlemah dengan masuknya berbagi kepentingan melaui sistem politik yang ada sekarang. Organisasi masyarakat menderita inersia organisasi dan sumber daya terbatas.

Karena itu perusahaan, di tengah kesulitan politik ekonomi saat ini, masih merupakan kelompok dengan sumber daya terbesar yang bisa mendorong perubahan. CSR adalah suatu kerangka kerja, kerangka interaksi, yang dapat menjadi kerangka perubahan. Bahkan model-model CSR yang selama ini dipercaya sebagai menuju perubahan sering kali tidak begitu berhasil karena bekerja atas dasar pemahaman sempit tentang kecakapan (yang dibutuhkan kelompok masyarakat), tentang relasi sosial yang ada dan tentang konteks ekonomi politik.

Satu persoalan lagi adalah bahwa CSR masih dipandang sebagai usaha individual perusahaan. Padahal, dalam konteks permasalahan di Indonesia, suatu upaya yang mempunyai banyak dimensi-karena itu dilakukan oleh beberapa perusahaan-harus dikembangkan. Bagi perusahaan sendiri, kerja sama ini juga memungkinkan perbaikan leverage dan posisi negosisasi terhadap pihak lain.

Beberapa peran

Untuk keluar dari batasan-batasan hanya sebagai penyedia dan akontekstual terhadap relasi timpang dan koruptif dari yang sudah ada, CSR untuk Indonesia harus memainkan beberapa peran. Peran pertama adalah memfasilitasi peningkatan mutu pendidikan manusia Indonesia. Jika pemerintah menyediakan kebutuhan pendidikan minimum, maka CSR perusahaan mendukung penemuan metode-metode pengajaran yang penting.

Misalkan saja, mencontoh Singapura, beberapa dekade lalu mereka mengembangkan metode pengajaran matematika sehingga sekarang menjadi tertinggi di dunia. Untuk Indonesia, perbaikan metode pengajaran bahasa Inggris harus dibongkar habis seperti yang dilakukan Belanda beberapa dekade lalu. Untuk tingkat yang lebih tinggi, berbagai bentuk pendidikan keterampilan harus berorientasi pada teknologi sederhana yang memecahkan masalah nyata rakyat. Perusahaan juga memfasilitasi litbang-litbang menemukan teknologi sederhana untuk menolong petani, nelayan, dan penduduk miskin perkotaan.

CSR perusahaan juga harus berani mulai memasuki wilayah perbaikan tata kelola. Selama ini sudah ada upaya ikut dalam membuat pakta integritas, atau di Yogya bahkan sudah ada ombudsman swasta. Agar lebih berkembang, bentuk-bentuk ini membutuhkan dukungan. Jika untuk saat ini banyak perusahaan ragu untuk masuk dalam wilayah civic activism, mereka bisa membantu peningkatan kapasitas organisasi dan kelompok yang bergerak dalam pembaruan tata kelola.

Misalnya, pelatihan para wartawan untuk memantau kasus korupsi anggaran, membantu LSM antikorupsi dalam informasi, membantu infrastruktur mereka. Jika hubungan bilateral antarorganisasi ingin dihindarkan, bisa dipikirkan suatu badan koordinasi yang menegakkan prinsip dan norma-normanya.

Namun, semua upaya semacam itu kecil kemungkinan berhasil jika pihak lain memandang CSR adalah tentang kewajiban perusahaan semata. CSR yang baik dan berkembang adalah yang menuntut pihak lain ikut dalam upaya tersebut. Peran pemerintah, seperti di negara lain misalnya, memfasilitasi, memberi legitimasi, menjaga kepastian peraturan, atau penjamin.

Ornop dan organisasi sosial lain harus membuang sikap curiga dan semata kritiknya terhadap bisnis untuk bekerja sama membuat pendekatan-pendekatan baru. Sebagai organisasi mereka juga harus siap belajar dan berubah menjadi lebih baik. Universitas bisa membantu menemukan bentuk-bentuk relasi akuntabilitas baru untuk semua pihak.

Oleh Meuthia Ganie-Rochman
Peneliti senior di Departemen Sosiologi FISIP Universitas Indonesia

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com