Terima kasih atas kunjungan Anda, kami menyajikan berbagai informasi terkini tentang CSR...

22 April 2009

Dana Penghematan Rp 237 Miliar untuk Rakyat

. 22 April 2009
0 komentar

SURABAYA, KOMPAS.com — Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengajak seluruh jajaran satuan kerja dan perangkat dinas Pemerintah Provinsi Jawa Timur melakukan restrukturisasi belanja. Hasilnya, total biaya penghematan anggaran belanja sebesar Rp 237 miliar akan diperuntukkan bagi perbaikan rumah kumuh, layanan pendidikan dan kesehatan gratis, penanganan narkoba, dan keluarga berencana.

Demikian diungkapkan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Selasa (21/4) di Gedung Grahadi, Surabaya. "Restrukturisasi dilaksanakan pada belanja-belanja kebutuhan yang tak menjadi prioritas, seperti pembelian mobil dinas gubernur dan wakil gubernur, penundaan pembangunan kantor dinas, hingga peralihan perjalanan dinas luar negeri ke dalam negeri," ujarnya.

Dari total biaya penghematan belanja anggaran sebesar Rp 237 miliar, sebanyak Rp 53 miliar telah dialokasikan untuk perbaikan 10.000 unit permukiman kumuh di 10 kabupaten di Jawa Timur. Sisanya, dana digunakan untuk project pilot program pendidikan gratis di Kabupaten Bondowoso dan Sampang, layanan gratis Puskesmas, penanganan narkoba, serta program keluarga berencana.

"Tanggal 28 April 2009 mendatang ada lima nota kesepakatan program baru Pemerintah Provinsi Jawa Timur, antara lain renovasi 10.000 unit permukiman kumuh di 10 kabupaten, uji coba layanan pendidikan gratis, dan layanan gratis kesehatan di Puskesmas," kata Soekarwo.

Gandeng CSR perusahaan

Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga akan merangkul sejumlah perusahaan dalam rangka mengimplementasikan program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) serta program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) mereka. Di Jawa Timur, potensi CSR dan PKBL mencapai Rp 5 triliun per tahun.

Menurut Soekarwo, selama ini, program pemerintah dan perusahaan masih terkesan jalan sendiri-sendiri. "Potensi CSR dan PKBL di Jawa Timur sangat besar yaitu Rp 5 triliun, padahal jumlah pendapatan asli daerah (PAD) Jawa Timur hanya Rp 3,2 triliun per tahun. Karena itu, kedua fungsi ini harus dijalankan bersama-sama," kata Soekarwo.

Salah satu perusahaan yang sudah menyediakan diri untuk bekerja sama dengan menjalankan program Pemerintah Provinsi Jawa Timur adalah perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X. Dana program kemitraan PTPN X sendiri mencapai Rp 200 miliar dan dana bina lingkungan mencapai Rp 5 miliar. Selain PTPN X, Bank Mandiri Cabang Jawa Timur juga memberikan sinyal kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Kesempatan pendidikan

Dalam visi dan misinya, Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur menitikberatkan pelayanan bagi masyarakat miskin (pro poor) dan pengembangan lapangan pekerjaan (pro job). Layanan tersebut diwujudkan dalam penyediaan fasilitas pendidikan gratis, kesehatan gratis, dan perbaikan permukiman kumuh.

Dalam hal pendidikan misalnya, Pakar Statistik Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kresnayana Yahya mengungkapkan, pada tahun 2006 terjadi perbedaan signifikan antara angka kesempatan memperoleh pendidikan bagi masyarakat di wilayah Jawa Timur bagian utara dan selatan.

Mulai dari tingkat SMP hingga universitas, angka kesempatan belajar di wilayah Jawa Timur bagian selatan selalu lebih kecil dibandingkan Jawa Timur bagian utara. Angka kesempatan belajar di Jawa Timur selatan hanya berkisar 23 persen hingga 47 persen, sedangkan di wilayah Jawa Timur bagian utara 52 persen hingga 76 persen.

Klik disini untuk melanjutkan »»

20 April 2009

Fema IPB Buka CSR Center

. 20 April 2009
0 komentar

suaramerdeka.com. Corporate Social Responsibility (CSR) saat ini tidak hanya sekedar implementasi dari etika bisnis dan kebutuhan tetapi telah berkembang di Indonesia menjadi sebuah kewajiban bagi perusahaan. Implementasi CSR yang baik mensyaratkan perlunya leadership dan sumberdaya manusia serta inovasi yang berkualitas.

Salah satu peran pendidikan tinggi adalah menghasilkan lulusan yang bermutu. "Oleh karena itu, mahasiswa sebagai calon lulusan perlu dibekali mengenai trend dunia usaha, salah satunya tentang kaitannya dengan leadership on CSR sebagai salah satu strategi perusahaan yang mengintegrasikan implementasi konsep triple bottom line (people-planet-profit)," ungkap Dekan Fakultas Ekologi Manusia (Fema) Institut Pertanian Bogor Prof Dr Ir Hardinsyah MS dalam pernyataan pers yang dirilis Prohumasi IPB, Senin (20/4).

Dia mengatakan, dalam konteks CSR yang saat ini terus mengemuka, peran Fema IPB sangat penting di dalam menghasilkan inovasi, peningkatan pencerdasan masyarakat, serta peningkatan pendapatan masyarakat. "Untuk mendukung peran tersebut, CSR Center pun didirikan oleh Fema IPB," tandasnya.

CSR Center Fema IPB yang didirikan pada tahun 2008 merupakan lembaga transdisiplin yang profesional bagi generasi muda (khususnya mahasiswa) yang dibimbing para dosen dalam mendorong terwujudnya gagasan, pemahaman dan praktik CSR yang baik menuju pembangunan berkelanjutan.

Keberadaan CSR Center ini relevan dengan kebijakan akademik Fema IPB yaitu berkomitmen tinggi terhadap mutu, secara efisien dan akuntabel menghasilkan lulusan dan iptek yang berbasis pada paradigma ekologi untuk kualitas kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan.

Klik disini untuk melanjutkan »»

19 April 2009

Perusahaan Tetap Harus Jalankan CSR

. 19 April 2009
0 komentar

HukumOnline [16/4/09] Mayoritas hakim konstitusi berpendapat diwajibkannya CSR atau tanggung jawab sosial lingkungan dalam UU PT lebih memberi kepastian hukum. Tiga hakim konstitusi, melalui dissenting opinionnya, lebih setuju CSR dilakukan secara sukarela.

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai Mahfud MD menolak permohonan uji materi Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang mengatur ketentuan tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) bagi perusahaan yang bidang usahanya berkaitan dengan sumber daya alam. "Menyatakan menolak permohonan pengujian materiil pemohon IV, pemohon V, dan pemohon VI untuk seluruhnya," ujarnya di ruang sidang MK, Rabu (15/4). Ketiga pemohon itu adalah Hariyadi Sukamdani (Presdir PT Lili Panma), Benny Soetrisno (Presdir PT Aspac Centra Centertex), dan Febry Latief (Presdir PT Kreasi Tiga Pilar). 

 

Dalam putusannya, MK seakan membedakan antara TJSL yang diatur dalam UU PT dengan corporate social responsibility (CSR) yang diatur secara umum. "Bahwa pengaturan TJSL dengan kewajiban hukum (legal obligation) lebih mempunyai kepastian hukum jika dibandingkan dengan CSR yang bersifat sukarela (voluntary)," ujar Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar saat membaca pertimbangan Mahkamah.

 

Pemohon, dalam permohonannya, memang menolak kewajiban CSR karena CSR yang berlaku secara universal di negara-negara lain hanya bersifat sukarela. 

 

Mukthie menegaskan dengan kewajiban tersebut diharapkan perusahaan dapat memberikan kontribusi untuk ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Mahkamah juga berpendapat kewajiban TJSL merupakan wujud dari demokrasi ekonomi. "Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tidak hanya untuk kemakmuran segelintir pengusaha yang bermodal, tetapi justru untuk kemakmuran rakyat," jelas Mukthie. Karenanya, paham individualisme dan liberalisme dalam ekonomi sebaiknya dibuang jauh-jauh.

 

"Mahkamah berpendapat prinsip dasar perekonomian di Indonesia adalah bersifat kerakyatan. Pengaturan CSR dengan suatu kewajiban hukum merupakan suatu cara pemerintah untuk mendorong perusahaan ikut serta dalam pembangunan ekonomi masyarakat," ujar Mukthie lagi.

 

Ketentuan yang Diuji

Pasal 74 UU PT

 

1.       Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

2.       Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3.       Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


 

Putusan MK ini tak dibuat dengan suara bulat. Tiga hakim konstitusi menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Mereka adalah Maria Farida Indrati, Maruarar Siahaan, dan M Arsyad Sanusi. Arsyad mengatakan istilah CSR memang telah dikenal di berbagai negara di dunia, tapi belum ada satu definisi pun yang telah disepakati. "Ada beberapa pihak yang memahami dan menerjemahkan CSR dengan istilah Tanggung Jawab Sosial, akan tetapi tak sedikit yang memahami dan menerjemahkan CSR dengan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)," ujar Arsyad.

 

Namun, apapun definisi yang dianut, ketiga hakim tersebut berpendapat pengaturan CSR harusnya hanya bersifat sukarela, bukan merupakan kewajiban bagi perusahaan. "Pelaksanaan tanggung jawab sosial sangat erat kaitannya dengan masalah etis, moral, dan kepatutan, sehingga bersifat voluntary," tambah Arsyad. 

 

Sedangkan Maria Farida memberedel definisi TJSL dalam UU PT. Pasal 1 angka 3 UU itu menyebutkan 'Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya'.

 

Maria menggaris bawahi kata 'komitmen'. "Dari segi makna kata, istilah 'komitmen' sama sekali tidak mengindikasikan suatu kewajiban yang diharuskan oleh negara," jelasnya. Lebih lanjut, ia menjelaskan suatu komitmen selalu berasal dari diri yang akan melakukannya, bukan berasal dari luar. Sehingga apabila komitmen tersebut kemudian ditetapkan sebagai 'kewajiban', maka hal itu bukan lagi berasal dari dalam diri (bersifat sukarela), namun berasal dari luar diri yang melakukan (bersifat memaksa).

 

Karenanya, Maria melihat ada sebuah ketidaksinkronan atau contradictio in terminis ketika Pasal 1 angka 3 menyebut TJSL sebagai 'komitmen' dengan Pasal 74 yang mewajibkan TJSL. "Ini menimbulkan adanya ketidakpastian hukum," tegasnya.   

 

Sekedar mengingatkan, permohonan pengujian ini diajukan oleh dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari para pengurus organisasi pengusaha, M Sulaiman Hidayat (Ketua Umum Kadin), Erwin Aksa (Ketua Umum HIPMI) dan Fahrina Fahmi Idris (Ketua Umum IWAPI). Sedangkan kelompok kedua adalah Hariyadi Sukamdani (Presdir PT Lili Panma), Benny Soetrisno (Presdir PT Aspac Centra Centertex), dan Febry Latief (Presdir PT Kreasi Tiga Pilar). Dalam putusannya, MK menyatakan yang mempunyai legal standing atau kedudukan hukum dalam menggugat CSR adalah perseroan, bukan organisasi pengusaha. Sehingga, permohonan ketiga perwakilan organisasi pengusaha itu dinyatakan tidak dapat diterima.

 

Ditemui usai sidang, Erwin Aksa mengaku kecewa dengan putusan ini. "Di negara lain tak ada kewajiban CSR. Mudah-mudahan ini tak mempengaruhi investasi yang akan datang ke Indonesia," tuturnya. Hariyadi Sukamdani pun berpendapat senada. Ia malah khawatir putusan MK ini dijadikan dasar pemerintah dalam membuat peraturan teknis, seperti Peraturan Pemerintah mengenai CSR ini yang merugikan pengusaha.

(Ali)

Klik disini untuk melanjutkan »»

15 April 2009

MK Kukuhkan Kewajiban CSR

. 15 April 2009
0 komentar

Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan perusahaan di Indonesia yang
bergerak di bidang SDA (Sumber Daya Alam) tetap diwajibkan untuk
menganggarkan dana TSL (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan) sesuai
dengan UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74.

Hal ini disampaikan oleh Ketua MK Moh. Mahfud M.D. saat membacakan
putusan sidang pengujian UU No.40, di Gedung MK, Jakarta, Rabu
(15/4/2009).

Dalam sidang ini, Kadin, HIPMI dan IWAPI mengajukan pengujian Pasal 74
UU No. 40 Tahun 2007 mengenai TSL atau biasa disebut CSR (Corporate
Social Responsibility).

Ketiga pemohon ini merasa pemberlakuan kewajiban CSR kepada perusahaan
yang bergerak di bidang SDA merugikan, karena selain dipungut pajak,
perusahaan juga dibebani kewajiban CSR.

Tapi dalam putusannya, MK mengatakan ketentuan ini dibuat agar
perusahaan yang berkaitan atau bergerak di bidang SDA harus ikut
bertanggung jawab menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya.

Investor asing yang berinvestasi juga harus menjalankan prinsip ini
agar mereka tidak mencari keuntungan tanpa mengorbankan orang lain.

"Kerusakan SDA Indonesia sudah pada tingkat yang menglhawatirkan,
pemerintah berusaha agar lingkungan terjaga, karena itu aturan ini
dibuat," ujar putusan tersebut.

Ketua HIPMI Erwin Aksa menyatakan kekecewaannya dan akan segera
bertemu dengan Kadin untuk membahas keputusan MK ini. Erwin menilai
kewajiban CSR ini akan mempengaruhi investasi asing karena mereka
harus menganggarkan CSR.

"Kita berharap CSR ini bukan mandatori atau kewajiban. Masak
perusahaan cuma punya kantor kecil, pegawainya dikit mereka dipaksa
CSR, itu kan memberatkan mereka. Nggak bener itu. Dan lagi, kewajiban
CSR ini hanya ada di Indonesia," katanya.

Wahyu Daniel - detikFinance

Klik disini untuk melanjutkan »»
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com